Jumat, 14 Oktober 2022

Ngono ya Ngono di Taman Budaya Yogyakarta


Ngono ya Ngono, akan dipentaskan kembali di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta 23 Oktober 2022. Ngono ya Ngono, adalah sandiwara musikal karya Ahmad Jalidu yang ditulis dan dipentaskan perdana pada 2015 lalu. Kali ini Ngono ya Ngono terpilih menjadi salah satu sajian dalam Parade Teater Linimasa #5 yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta.

GMT Jogjadrama menjadi salah satu dari enam penyaji pada ajang tersebut. Tepatnya, Ngono ya Ngono akan disajikan oleh GMT Jogjadrama pada hari pertama parade, 23 Oktober 2022 di sesi kedua setelah sesi pertama akan menampilkan Teater Amarta. 

Pada Ngono ya Ngono kali ini tentu saja ada pembaharuan baik dari sisi konsep pertunjukan maupun dari sisi personel. Berikut adalah para personel utama yang terlibat:

para pemeran:
- Wijil Rachmadhani
- Arief Gogon
- Sapta Sutrisno
- Ira Mayasari
- Ajeng Jovanditya
- Odon Saridon

Host:

  • Ahmad Jalidu

  • Febrinawan Prestianto.

Track Lagu : Rannisakustik and Friends, Arransemen dan ilustrasi : Jenar Kidjing

Artistik : Habib Syaifullah,
Lighting : Bocah Angon
Video lirik : Saeful Uyun

Naskah dan Sutradara : Ahmad Jalidu


Dalam proses produksi ini, GMT didukung oleh lingkar support dari kawan-kawan seperti Balai Budaya Minomartani, Museum Hujan, Gelaran.id, Penerbit Garudhawaca, Iso Studio, Gilig Production dan Kaf Media.


Pertunjukan ini terbuka untuk umum dan GRATIS namun dengan rating Bimbingan Orangtua, artinya penonton remaja harus berada dalam dampingan orang tua.


Kamis, 03 Januari 2019

Dramatic Reading Lakon "Misai"

Pada 23 November 2018 lalu, GMT Jogjadrama diberi kesempatan turut dalam sebuah acara yang langka: pembacaan naskah lakon. Dalam acara bertajuk :Malam Bercerita edisi 11 tersebut, tiga komunitas didaulat untuk membacakan 3 naskah lakon. Tiga komunitas tersebut adalah GMT Jogjadrama, Jaring Project dan Sakatoya. Naskah-naskah lakon yang dibacakan dipilih dari belasan naskah lakon hasil besutan Forum Penulis Lakon Indonesia yang baru saja dibentuk. GMT Jogjadrama memilih satu lakon bernuansa komedi satir politik berjudul "Misai" karya Muram Batu.

Naskah ini cukup kocak dan sangat kontekstual terhadap situasi kekinian Indonesia. Al kisah, seorang Walikota petahana berencana maju kembali dalam ajang pilkada, maka ia menyuruh timnya memajang baliho bergambar foto dirinya. Namun terdapat kesalahan kecil yang menurutnya fatal, yaitu mengenai kumisnya yang tidak rapi di dalam foto tersebut. Rupanya ia sangat mementingkan penampilan kumisnya. Kejadian ini menggiring pada kejadian-kejadian konyol berikutnya... silakan baca sendiri deh... hehehe....

Di malam itu, GMT Jogjadrama menampilkan 5 aktor yaitu Agung Wijaya, Sapta Sutrisno, Arief Kurniawan, Febrinawan Prestianto dan Wijil Rahmadani, dengan pengarah Ahmad Jalidu. Berikut adalah beberapa foto dokumentasinya :


Febrinawan Prestianto (kiri) dan Sapta Sutrisno


Arief Kurniawan
Wijil Rahmadani
Agung Wijaya
Seluruh pembaca dari ketiga komunitas


Selasa, 05 April 2016

PARADANCE #10 dilirik luar Jogja.




Para penari dan koreografer penampil karya di Paradance #10.
Pergelaran seni gerak dan tari bertajuk PARADANCE yang diprakarsai  Nia Agustina dan Ahmad Jalidu dengan bendera GMT Jogjadrama, akan menginjak edisi ke-10 pada 25 Maret 2016 lalu. Acara rutin setiap dua bulan sekali ini telah dimulai pada Maret 2014 dan sudah  mementaskan hampir 50 karya tari dan pantomime dari seniman-seniman muda di bidang gerak dan tari di Yogyakarta.

Meski acara diformat sederhana,  antusiasme peserta yang terus ada menandakan bahwa program ini memang dibutuhkan utamanya bagi para koreografer muda yang hendak mempresentasikan karya-karya pendek di hadapan public. Tak hanya itu, acara ini juga sudah mulai dilirik oleh pihak-pihak di luar JOgja.
Sebagai bukti, acara ini telah membuat penasaran seorang dedengkot seni tari nasional, Maria 
Dharmaningsih, direktur Indonesia Dance Festival sekaligus dosen di Jurusan tari Institut Kesenian Jakarta yang menyempatkan diri datang menonton Paradance #9 pada Januari 2016 silam. Selain itu, pada Paradance #10 yang lalu, satu dari 8 penampil yang siap adalah Raka Reynaldi, seorang koreografer muda dari Bandung yang juga bekerja sebagai asisten dosen di Jurusan Pendidikan Seni Tari di UPI Bandung. 
Selain kedatangan Raka jauh-jauh dari Bandung, Paradance #10 nanti juga cukup kaya akan tema. Raka bersama 4 penarinya membawakan karya tarinya berjudul “Nur” yang menyorot maraknya perekrutan gerakan-gerakan atau organisasi apatis berbaju religi. Di kelompok lain ada juga kelompok tari dari lingkungan berbasis religi yaitu Adab Dance Community, sebuah kelompok UKM bidang tari di lingkungan Fakultas Adab dan Budaya UIN Sunan Kalijaga. Tentu saja, ini menjadi sesuatu yang unik di Paradance karena para penari ADC menggunakan kostum tari yang anggun mewah dan tetap syar’i. 

Enam penampil lainya juga mewarnai Paradance #10 lebih variatif lagi. Meski keenamnya adalah komunitas dan koreografer yang saat ini tinggal di Yogya, namun mereka berlatar belakang etnis dan wilayah lain yang tentu akan membuat karya mereka lebih unik. Sebut saja, Bagus Bang Sada, pemuda Bali yang saat ini belajar tari di ISI Yogyakarta. Ada juga Nabilla Zainal yang berasal dari Lampung dan sedang menempuh pendidikan pasca sarjana di Yogya. Sementara Yessi Yoane dengan karya bersumber dari Yoga, Assabti Nur Hudan dengan kreasi bergaya animal pop, serta duet Elisabeth Nila dan Etta Ayodya berhasil menghebohkan penonton yang berdesakan dengan tarian extravaganza mulai dari modern dance, latin hingga joget dangdut lengkap dengan iringan music dari potongan lagu “Pokoke Njoged”. Mereka semua adalah koreografer muda Yogya yang cukup aktif saat ini. Satu lagi yang unik dan tak pantas dilewatkan adalah kehadiran komunitas Bodynesia, sebuah kelompok seni dari mahasiswa-mahasiswi jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta. Mahasiswa etno menari? Ya, ternyata mereka bisa dan tentu saja bagus. Memadukan seni gerak dari berbagai aksen tari tradis Nusantara dengan seni acapela dan body percussion yang memukau.
Meski acara molor sekitar 45 menit karena cuaca hujan, namun acara berjalan dengan lancan dan penonton berjubel di tengah dingginya malam. *AJ

Penampilan komunitas Bodynesia

Duet Elisabeth Nilla dan Etta Ayodya

Raka Reynaldi, dan para penarinya dalam karya berjudul NUR

Olah tubuh dari bentuk-bentuk dan filosifi Yoga, menjadi karya yang kontemplatif berjudul UOG(Y)A karya Yessi Yoanne.




Foto-foto dari Dramatic Reading Musikal Sampek Engtay


20 Maret 2016, GMT Jogjadrama tampil membacakan naskah lakon SAMPEK ENGTAY di acara Forum Kilometer Nol ke-12 di Hotel Pondok Tingal, Magelang.

Berikut beberapa foto, dari penampilan GMT Jogjadrama.





Seluruh panitia dan pengisi acara FKN 12
Opening Pembacaan Drama. Dari kiri ke kanan : Wijil Rachmadani, Haryo Widodo, Cilik Tri Pamungkas, Febrinawan Prestianto, Sapta Sutrisno, Hanif S Muchtar, Ahmad Jalidu, Arief Kurniawan, Finta Nuarita, Anintriyoga.







Diskusi panel setelah akhir acara. Dari kiri ke kanan : Memed Chairul Slamet (Dosen Musik ISI Yogyakarta), Ahmad Jalidu (Sutradara GMT Jogjadrama), Teguh Mahesa (Sutradara Mendut Institut), Nur Iswantoro (Dosen Teater ISI Yogyakarta), Tentrrem Lestari (moderator, guru dan pembina teater SMA 1 Mertuyodan), paling kanan, Sutradara Komunitas Rumah Singgah Surakarta.

Kamis, 24 Maret 2016