(artikel ini dimuat di www.kabarindonessia.com 25 April 2008)
Kabarindonesia.Gamblank Musikal Teater beru saja mementaskan karya terbarunya, Cangkang #1 : Mayat Mayat Cinta Jumat-Sabtu 18-19/4 lalu di gedung Tejokusumo Universitas Negeri Yogyakarta. Seperti biasa, GMT tetap mengusung konsep simple musical, mereka memadukan acting drama dengan lagu-lagu karya mereka sendiri. Pertunjukan ini merupakan program tahunan mereka sekaligus memperingati ulang tahun GMT ke-3.
Dalam pertunjukan berdurasi 70 menit ini, sentilan-sentilan nakal mucul di sana-sini dan memancing tawa bahkan applause penonton. Agung Wijaya, penulis lakon ini memang berusaha memberikan sentilan kepada kaum muda tentang pentingnya mempertimbangkan konsep jati diri yang independen. Bagi para cewek terutama, Agung Wijaya hendak menyampaikan bahwa jangan sampai para perempuan muda itu membentuk cangkang (jati diri) yang didasarkan pada keinginan orang lain (laki-laki), sebab terkadang laki-laki hanya memandang wanita melulu dari urusan fisik dan seksual semata. Ini yang menurutnya mendorong para perempuan untuk berbondong-bondong memenuhi berbagai tempat klinik kecantikan.
M. Ahmad Jalidu, sutradara yang menyatakan jatuh cinta pada konsep drama musical ini mampu menata pertunjukan sedemikian rupa sehingga dalam suasana serius sekalipun, selalu saja muncul dialog-dialog lucu. Sebaliknya, dalam adegan yang konyol sekalipun tetap bisa dimunculkan suatu pesan yang serius.
Mayat Mayat Cinta mengisahkan tokoh Hasto (Alex Suhendra) seorang playboy yang akhirnya mendapat “pelajaran” dari Rista (Siwi Nurhayati) mantan kekasihnya yang kini memilih menjadi lesbian bersama Yan (Resti Ayuning). Rista menjebak Hasto dengan menyodorkan Lilin (Ino’ Prawardhani) dan merekam percintaan mereka lewat HP. Hasto disadarkan bahwa ia sebenarnya pecundang sebab Lilin pun juga “mendua” yakni menjalin hubungan dengan Anggito (Arief Kurniawan), sahabat Hasto yang seorang banci. Diakhir cerita, tokoh Hasto digambarkan sebagai Dursasana yang memprotes karmanya kepada Drupadi.
Selama 70 menit cerita dan lagu-lagu ini mampu menyampaikan sajian yang asik dengan tata panggung minimalis yang sangat terasa “modern”. Selain iringan musik dan lagu-lagu karya Bahrudin F. Bolu, juga ditamplikan video klip karya Henry Cahya P. yang semakin membuat cerita ini mampu memberikan kesan tersendiri. Pada salah satu adegan, ketika si banci Anggito menjelaskan tentang sisi genetis laki-laki dan perempuan, dinding panggung bahkan menyajikan slide presentasi tentang perbedaan kromosom dalam sel tubuh laki-laki dan perempuan.
Meski sedikit ada kelemahan beberapa aktor, tetapi secara keseluruhan, pertunjukan ini mampu mengkomunikasikan pesan-pesannya dengan jelas. Kekhasan mereka dalam format musical yang sederhana, komunikatif dan easy listening ini patutv membuat kita terus menantikan karya-karya panggung mereka. (maj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar