Rabu, 05 Maret 2008

Teater 3G : Bikin Teater Jadi Gokil



oleh Apriyanti*


(artikel ini pernah di muat Kedaulatan Rakyat edisi ... 2007)





Masyarakat era 2007, memang tidak seperti masyarakat 1980an. Dulu kita dengan mudah menonton peristiwa kesenian di Seni Sono, Taman Budaya Bulaksumur, Gelanggang Mahasiswa UGM, Lembaga Indonesia Perancis Sagan, Pendapa nDalem Notoprajan, Pendapa Asdrafi, Kampus IAIN Sunan Kalijaga, Auditorium ISI Kuningan, Bentara Budaya dan Pendapa Tamsis. Bukan saja kuantitas, kualitaspun patut dibanggakan waktu itu. Sangat berbeda dengan generasi 2007 yang lebih lesu karena kurangnya dukungan pemerintah dan mahalnya biaya produksi yang tidak bisa dihindari. Demikian seperti yang ditulis Eko Nuryono dalam tulisan berjudul ”Kesenian di Halaman Rumah” (KR, 27 Mei 2007).

Bagaimana dengan sekarang? Diakui atau tidak, gairah teater memang semakin meredup. Namun, sebenarnya jumlah peristiwa teater di Yogyakarta masih banyak. Di beberapa zona pertunjukan seperti TBY, Hall Teater Gajah Mada UGM, Lembaga Indonesia Perancis, Stage Tejokusuma UNY (dahulu Auditorium ISI Kuningan), Bentara Budaya, Kedai Kebun Forum, Pendopo Teater Garasi dan Taman Budaya Tembi masih sering diselenggarakan pementasan kesenian. Bahkan dalam bulan-bulan terakhir ini hampir setiap minggu kita bisa menikmati sajian teater di tempat-tempat itu. Di Gelanggang UGM misalnya baru-baru ini ada pementasan Sawung Jabo and friends, kemudian ada juga malam apresiasi seni oleh Acapella Mataram & PSM UGM. Di seputaran Kampus UNY, peristiwa kesenian mulai dari seni tradisi ketoprak sampai teater dalam rangka Dies Natalis UNY diselenggarakan sepanjang bulan Mei di GOR UNY, Stage Tedjokusuma dan di halaman kampus. Teater UNSTRAT seminggu lalu juga menyelenggarakan Pentas Tengah Tahun menyusul rangkaian Solo Project monolog dari Teater Garasi. Bulan Juni juga akan dibanjiri banyak peristiwa kesenian dalam rangka Festival Kesenian Yogyakarta XIX.

Sayangnya jumlah pementasan teater yang cukup banyak itu masih dipandang ”lesu” dalam dinamika umumnya. Orang masih terus mendambakan generasi teater yang lebih kreatif, dinamis dan gokil. Beberapa kelompok memang telah melakukan pengembangan kreatif, tetapi lebih banyak yang belum. Alangkah indahnya andai saja kelompok-kelompok teater bergerak dengan semangat muda yang gokil, segokil iklan-iklan TV model baru dan film-film yang kini beredar. Jika teater punya semangat gokil, maka berikutnya akan ”bikin orang jadi gokil!”.
Dunia seni pertunjukan adalah dunia visi, spirit dan antusiasme yang sedikit nakal. Gokil adalah kata yang paling pas untuk mengekspresikan kenakalan teater. Muda, nakal, kreatif, tapi positif. Andai saja teater seperti itu, mampu meninggalkan kesan yang dalam. Bukankah teater adalah ruang untuk merefleksikan kehidupan? Sudah seharusnya kita menyediakan cermin yang tepat dan kalau perlu dipoles lebih bagus agar orang mau mendekat dan akhirnya melihat wajah-wajah mereka sendiri.

Bagaimana menciptakan teater yang gokil? Iklan-iklan mulai gokil, karya sastra popular juga semakin gokil, maka teater harus segera bangkit dan bergerak meng-gokil-kan diri dan masyarakat. Setidaknya ada 3 jalan yang harus dilakukan secara sinergis. Gokil yang kita harapkan dari masyarakat adalah ”reaksi” positif yang mengasyikkan akibat dari ketertarikan terhadap rangsangan yang kita berikan, tetapi gokil bagi teater bisa kita artikan dengan kenakalan kreatif. Gokil bisa juga diartikan Good Skill.

Tiga jalan yang perlu kita tempuh untuk menciptakan Teater gokil, yaitu gerakan Teater 3G. Pertama, Gokil (Good Skill) on Effective Board Management. Manajemen pengurus yang efektif, yang mampu menjaga semangat dan kesegaran sebuah kelompok. Banyak kelompok mengabaikan ini, dan lebih menekankan pada memiliki sutradara cap jempol, aktor cap jempol dan sebagainya. Padahal, tanpa pengurus yang baik, sutradara dan aktor itu hanya akan “butuh dana” tanpa bisa mencari dan memutarnya, karena memang bukan itu tugas dan fungsi mereka. Struktur kepengurusan yang efektif harus dibentuk sesuai fungsi dan kebutuhan, tidak perlu ikut-ikutan kelompok lain atau malah mencontek struktur organisasi jenis lain (non budaya). Jumlah pengurus jangan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Idealnya jumlah pengurus adalah 3 sampai 5 orang, jika kurang dari 3 kita akan berhadapan dengan sulitnya mengambil keputusan yang tepat, sebaliknya jika lebih dari 5 bisa mengakibatkan iren dalam bekerja. Ini seperti direkomendasikan AACT (American Association of Community Theatre).

Bagaimana dengan struktur kepengurusan? Apakah ada pakem tertentu untuk teater? Sebenarnya tidak ada. Pakemnya hanya satu, ”sesuai kebutuhan”. Bisa saja struktur kepengurusan sebuah komunitas berbeda dengan komunitas lainnya. Ini kembali kepada visi dan misi komunitas. Visi dan misi komunitas jelas menjadi faktor penting lainnya dalam manajemen kepengurusan yang efektif. Ibarat sebuah perjalanan, visi adalah tempat tujuan ke mana kita akan berjalan, lalu kita bisa menentukan misi, kendaraan dan jalur mana yang pas untuk mencapai tujuan dengan efektif. Sebut saja Teater garasi, Teater Gardanalla, Teater Koma dan sederet grup lain, mereka punya struktur dan jumlah pengurus yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri., sesuai dengan orientasi organisasi. Misalnya berorientasi karya seni atau bisnis, maka ini akan mengakibatkan perbedaan pada jenis pekerjaan yang perlu ditangani dan akan memunculkan beberapa jabatan yang berbeda pula.

Kedua, Gokil (Good Skill) on Knowledge and Skill Re-charging. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan. Ini bisa dilakukan melalui berbagai pelatihan, workshop, diskusi, latihan bersama dan sebagainya secara terus menerus. Sebut beberapa wahana yang ada : Actor Studio Teater Garasi, Forum Bebas Nian Teater Garasi. Acting Course Teater Gardanalla, Saturday Acting Club ISI, Forum Studi Seni Pertunjukan di Kedai Kebun Forum, berbagai diskusi yang diselenggarakan komunitas-komunitas tertentu seperti GMT, Teater Toejoeh dan beberapa teater kampus. Membaca berbagai artikel di internet, serta peningkatan wawasan pengetahun umum melalui Koran dan TV. Intinya jika kita mau pintar ya harus belajar, kalau ga belajar ya berarti tertinggal.

Ketiga, Gokil (Good Skill) on Public Invation. Yaitu upaya yang terus menerus untuk memasyarakatkan teater. Banyak yang bisa kita lakukan, misalnya membantu penyebaran info semua peristiwa teater yang kita ketahui ke masyarakat sekitar tempat tinggal dan pergaulan kita. Sebisa mungkin menjaga frekuensi pementasan atau jika memungkinkan meningkatkannya. Menjaga image personal di lingkungan masyarakat baik sikap, perilaku maupun penampilan. Teater modern adalah import dari barat. Tetapi kita hidup di masyarakat yang menilai perilaku, kesopanan dan kepantasan. Jika image kita buruk di masyarakat, bagaimana masyarakat bisa menghormati karya kita? Relasi dalam masyarakat kita adalah relasi emosional. Teater bisa memasyarakat hanya jika pelaku teater memasyarakat secara personal. Jika kita adalah anggota yang dinilai baik di masyarakat, maka semua orang di sekitar kita akan menghargai dan menghormati kita termasuk apa yang kita kerjakan, mereka akan berbondong memenuhi kursi penonton dan dengan penuh semangat bertepuk tangan ketika kita muncul di panggung. Indah sekali kan?

Masih banyak hal yang bisa dilakukan komunitas teater untuk menjadikan teater menjadi lebih gokil, dan tentunya harapan terbesar dari sebuah pementasan adalah diterima penonton karena inovatif, kreatif dan tidak ketinggalan jaman. Jika kita bisa memenej komunitas teater dengan baik, tentu kita bisa membuat teater lebih comfortable, komunikatif, dan lebih mudah diterima masyarakat. Sebuah kiat jitu diperlukan untuk bertahan dalam kondisi budaya saat ini. Setidaknya, gerakan teater 3G untuk mem-bikin teater jadi gokil ini bisa dipertimbangkan. Jika setiap pementasan teater sudah bisa menyedot penonton banyak, maka masyarakatpun akan percaya bahwa teater juga layak menjadi bagian dari mereka. Mungkin ini saatnya komunitas teeater Jogja mulai kembali menciptakan semangat bersama, bergotong royong membangun citra teater dan yang paling penting membuat manajemen teater jadi semakin gokil.

Seorang konsultan bisnis sebesar Charles Handy saja mengatakan “Jika kau ingin berhasil, pikirkan teater!”, itu berarti teater yang baik bisa dijadikan contoh bahkan bagi kesuksesan bidang-bidang lain. Mau membuktikan? Ayo, jalankan gerakan Teater 3G, Bikin Teater Jadi Gokil!


*) Apriyanti. Manajer Administrasi dan Aktris Gamblank Musikal Teater (GMT)

Tidak ada komentar: