Naskah dan Sutradara : Alex Suhendra
Pencipta Lagu : Alex Suhendra
Ilustrasi Musik : Bahrudin F. Bolu
Aktor :
• Alex Suhendra
• M. Ahmad Jalidu
• Agung Wijaya
• Maftu Rahayu
• Suyatman
• Rio Handziko
Apa dan kenapa cerita ini? :
Dari mana datangnya cinta ...?
Dari mata turun ke hati (?)
Sejak kapan adanya cinta..?
Hanya pencipta, (atau iblis?) yang tahu pasti ...
Naif ... ??
Mungkin itu yang terlintas di benak Anda saat membaca ungkapan di atas, terlebih di dua baris terakhir. Tapi biarlah kalimat itu ada…, benar atau salah!
Toh, seandainya itu benar-benar muncul pun, siapa yang lantas benar-benar bisa menjawab?? Alih-alih menjawab, sebagian kita mungkin lebih memilih acuh-berlalu…
Masalahnya, tak ada di antara kita yang tak bisa "lepas" dari cinta. Ya, kan? Di sini, suka atau tidak, dengan adanya cinta kita lalu bersinggungan dengan praksis (politik) kekuasaan atas nama, dari, dan, karena, untuk, CINTA.
Sadar atau tidak, dan setuju atau tidak, siapa saja yang saat ini sedang jatuh cinta, atau sedang mencintai, atau yang diputus cinta, berarti pasti sedang berada dalam lingkaran permainan politik kekuasaan itu. Permainan yang jelas melibatkan subyek – obyek: siapa yang menguasai siapa, siapa yang dikendalikan siapa ...?!
Nah, persoalan 'sejak kapan', pun akhirnya muncul juga dan harus dihadapi. Jika tidak, bisa dibilang orang itu telah kehilangan kendali kekuasaan atas dirinya sendiri. Kenapa? Karena pertanyaan 'sejak kapan' itu bisa menjadi titik atau ruang bercermin bagi orang tersebut mempertanyakan kembali posisi dirinya; menguasai atau dikuasai..??
Ibarat kotak hitam pesawat, atau sidik jari pada satu kasus, perkara 'sejak kapan' hadir sebagai saksi bisu yang tak-tampak atas segala kejadian relasi cinta yang telah, sedang atau akan berlangsung pada diri seseorang. Catatan yang menjadi dasar berpijak bagi seseorang itu untuk memilih; menjadi yang menguasai atau dikuasai, bagi lawan relasi percintaannya. Lebih dari itu, 'sejak kapan' juga memaksa siapa saja untuk menengok kembali tujuan terciptanya relasinya itu…
Ironisnya, karena enggan berkutat dengan masalah sejarah, orang kadang menjadi alpa akan 'ada apa pada kali pertama cinta itu ada…?'' Di sinilah, titik balik kebermaknaan cinta menjadi dipertanyakan!
Sebab, lingkaran kekuasaan relasi cinta tadi tidak lantas hanya melingkupi ranah hati atau perasaan – konon yang menjadi tempat di mana cinta itu ada, secara personal dan privat. Lebih dari itu, cinta lalu menarik ulur panjang relasinya pada wilayah psiko-sosial, yaitu PERILAKU.
Masih ingat kasus Ryan si gay penjagal dari Jawa Timur..?
Pada kasus itu, kita bisa menyimak betapa, ibarat anah panah, cinta justru melesat jauh dari titik tujuannya. Alhasil, orang jadi berubah. Dalam hal ini, yang lebih penting adalah bagaimana kesan, bentuk dan rasa yang tercipta pada pikiran (mind) dan perasaan (soul) dari perubahan akibat relasi tersebut.
Lagi-lagi, tak banyak orang yang mau memikirkan ini. Bahkan, kebanyakan justru cenderung hanyut dalam aliran sungai relasi cintanya tanpa menyadari apakah kebutuhan psikologisnya sendiri benar-benar terpenuhi.
Satu lagi, hanya demi, karena, dan untuk cinta, segala bentuk intrik dan taktik akan muncul sebagai bentuk nyata naluri-instingtif kita sebagai makhluk. Dan dengan segala intrik-taktik itulah, nafsu menguasai dan pemenuhan hasrat (per)cinta(an), apapun bentuknya, mewujud sebagai rupa politik kekuasaan.
Pertanyaannya, di mana posisi Anda saat ini? Seperti apa wujud perilaku (psikologis) Anda? Adakah cinta harus memakan korban..?
Mungkin inilah yang menjadi celah pandang cerita Mahabarata; Kiss me, Please yang akan dipanggungkan kelompok GMT, April mendatang.
Agung Wijaya
Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Aktor dan Dewan Pendiri Gamblank Musikal Teater.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar