

Memelihara cinta pada seni
Senin, 23 Februari 2009 09:16:24
Perempuan memiliki peran yang sama dengan laki-laki. Untuk itu perempuan perlu menemukan identitasnya sendiri, agar tak ada hegemoni dan penindasan. Perempuan berhak merasakan kebebasannya. Itulah tema cerita dari Cangkang bagian I dengan judul Mayat-Mayat Cinta yang dipentaskan dalam bentuk teater musikal oleh Gamblank Musikal Teater (GMT) di Gedung Tejokusumo FBS Univeristas Negeri Yogyakarta, April 2008 lalu.
Dalam alur ceritanya, perempuan digambarkan sebagai 2 sisi pribadi yang berbeda, dimana perempuan harus tunduk pada laki-laki, dan perempuan yang memilih hidupnya untuk menjadi lesbian. Entah apa yang akan terjadi antara 2 sisi pribadi yang berbeda ini, penonton pun bebas untuk mengapresiasikannya. Perempuan sepertinya istimewa bagi komunitas ini. Saking istimewanya, cerita yang diproduksi me reka memang lebih banyak mengambil tema ini. Ada Panggil Aku Azisa, The Light of Ken Dedes, serta Cangkang. Bisa dibilang, tema perempuan memang menjadi ciri khas tersen diri dari komunitas ini.
“Perempuan, memang sebuah objek yang menarik untuk dikaji dan dipelajari lebih mendalam. Hidupnya yang penuh dengan kedinamisan dan kiprahnya yang bisa beranekaragam memang membuat semua pihak bisa mengekplorasinya lebih dalam. Perempuan mempunyai potensi strategis dalam arus pergeseran masyarakat,” papar Jalidu, Ketua GMT Komunitas GMT yang berdiri tanggal 13 April 2005 ini, memang sangat konsen ke dalam seni pertunjukan khususnya musikal teater. “Musikal teater adalah mengolah pertunjukan yang memadukan unsur teatrikal dan musik,” papar Jalidu. Karena jenis yang mereka pilih lebih dominan pada musikal teater, maka GMT mendapat predikat sebagai grup teater yang berada di jalur musikal. Jalidu memandang bahwa musikal teater lebih menarik dibandingkan teater konvensional. “Teater musikal ini lebih
bisa menghibur penonton, karena itu kami memilih konsen ke dalam jenis teater ini,” papar Jalidu.
Komunitas ini memang terdiri dari orang-orang yang memang menyukai seni khususnya seni pertunjukan. Pasalnya, para pengagas awal, M.Ahmad Jalidu, Bachrudin F. Bolu, serta Agung Wijaya adalah anggota dari kelompok Sekrup, sebuah kelompok seni pertunjukan di FMIPA UNY. Setelah kuliah ketiganya selesai, otomatis me reka lepas dari kelompok tersebut. Karena saking cintanya pada seni pertunjukan, mereka tetap ingin eksis di dunia tersebut, bahkan bisa menciptakan sebuah seni pertunjukan sendiri. “Daripada hobi main teater dan musik ini hilang, maka kami mencoba membuka komunitas ini,” ungkap Jalidu.
Wadah pergaulan
GMT memang dibentuk dengan tujuan menjadikan teater sebagai wadah pergaulan dan pilihan aktivitas sosial yang menyenangkan dan bermanfaat terutama bagi diri sendiri dan stakeholder lainnya. Tak hanya itu, GMT juga menjadi wadah bagi angotanya untuk berkreativitas ke dalam seni pertunjukan. “Maka dari itu huruf ‘K’ pada kata gamblank memang menjadi cerminan anggota kami,”papar Jalidu Awalnya memang belum banyak yang ikut dalam komunitas ini. Selama 4 tahun berjalan anggotanya sebanyak 23 orang. Selain memproduksi sebuah cerita dan mempertunjukkannya, mereka juga sering diminta oleh membantu pihak lain untuk mengisi acara mereka. Misalnya saja, mereka ditunjuk sebagai bintang tamu dalam Festival Musik Kreatif Magelang, penyaji dalam Parade Band Amal Peduli Jogja, dan sebagainya. Tak hanya mendukung pihak eksternal saja, mereka juga sering mengadakan forum diskusi di bidang seni pertunjukan. Ada diskusi tentang masalah penyutradaan, menjual teater, serta marketing plus on theatre.
Ketika berbicara mengenai produksi mandiri yang dilakukan oleh GMT ini, Jalidu mengakui bahwa penonton pertunjukkannya memang terbatas pada sebuah komunitas. Inilah yang kemudian menjadi kendala bagi kelompok ini untuk pentas dalam area yang besar dan pengunjung yang banyak. Maklum saja, sejak lahirnya komunitas ini, GMT hanya pentas di lingkup kampuskampus saja.
Meski begitu, mereka tetap optimis dengan pentas yang mereka adakan. Bahkan mulai Maret ini, GMT mulai memproduksi musikal teater dengan improvisasi sendiri dengan menggunakan cerita Bharatayudha. GMT mencoba untuk mengolah kreativitas me reka tanpa dirancang terlebih dahulu dalam naskah cerita. GMT memang benarbenar ingin memaksimalkan potensi seni mereka.(Lewi Pramesti HARIAN JOGJA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar